Sebuah Hubungan

Yang paling sulit dalam hubungan pernikahan adalah menjaga hati untuk tetap ikhlas. Di saat kami merasa sudah menjalankan kewajiban dengan sebaik mungkin, lantas menjadi wajar ketika kami menuntut hak masing-masing. Kami pun menjadi saling meminta untuk diperhatikan dan dimengerti. Ini sama sekali bukan masalah benar atau salah. Ini hanya masalah bagaimana cara untuk meredam ego dan kesombongan!” curhat seorang sahabat mengenai pernikahannya.

Saya agak tersentak terutama ketika mendengarkan bagian “merasa telah menjalankan kewajiban sebaik mungkin.”

Merupakan hal yang manusiawi ketika seseorang merasa tidak nyaman ketika kebaikan yang ia lakukan kepada orang lain tidak dibalas oleh orang tersebut dengan kebaikan yang serupa. Apalagi ketika hubungan tersebut telah terjalin demikian dekat. Satu orang dengan yang lainnya cenderung akan lebih mudah kecewa  jika temannya tidak berperilaku sesuai dengan yang ia harapkan.

Tapi kali ini bukan maksud saya menceritakan tentang kekecawaan terhadap sesama manusia. Meski konteks pembicaraan tersebut adalah tentang pernikahan, ini seperti pengantar bagi saya untuk mendapatkan sebuah kesadaran tentang berkehidupan dalam konteks yang lebih luas.

—————————————————————

Saya menjadi berpikir tentang betapa baik dan santunnya Allah SWT, Tuhan alam semeseta.

Rasa-rasanya Dia sungguh sangat baik!

Dia memberi kita begitu banyak nikmat dan masih terus melimpahkan nikmatNya, meski betapa parahnya kita dengan dosa-dosa, meski sok taunya kita dengan ketaatan yang minimalis dan tidak sebanding dengan kebaikan yang Dia limpahkan.

Dia teramat santun dalam memberikan teguranNya, meski betapa sering kita mengerdilkan posisi Dia dengan mengabaikan perintahNya, meski betapa sering kita bertawakal pada ikhtiar kita, dan meski betapa seringnya kita menjadikan makhlukNya sebagai fokus perhatian hidup kita.

Dia selalu membuka maaf dan pintu taubatNya, meski kita selalu melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang.

Sungguh! Andai ada hubungan yang paling tulus dan indah di muka bumi ini, maka hubungan itu adalah bagaimana perlakuan Allah SWT terhadap hamba-hambaNya.

Mengapa Dia meminta kita untuk memaafkan orang lain dan tulus dalam memberi?

Sederhananya, karena Dia juga melakukan hal yang sama pada kita! Dia selalu bersabar terhadap proses pencarian kita dalam menyembahNya yang seringnya bisa menjadi sangat egois dan kekanak-kanakkan.

Perintah untuk taat padaNya pun sama sekali bukan untuk kepentingan Dia, melainkan hanya untuk kebaikan kita. Karena, andai ada sebuah jalan yang membawa pada kebahagiaan, ketinggian, dan kemuliaan, jalan itu adalah jalan ketaatan padaNya…

Ya Allah, tolonglah diriku untuk selalu mengingatMu, mensyukuri nikmatMu, serta memperbaiki ibadah kepadaMu (Doa Rasulullah SAW HR: Ahmad, Nasai, dan Abu Daud)

Bisa dikatakan…

Saking besarnya rasa sayangNya, Dia selalu menginginkan kita, selaku hamba-hambaNya, untuk dapat kembali padaNya.

Kekacauan urusan dunia kita, kekacauan hubungan kita dengan orang lain, entah dengan teman, orangtua, pasangan, rekan kerja, atasan, bawahan, dsb,  hanya merupakan salah satu caraNya yang sangat halus dan tersirat untuk mengingatkan, bahwa ada yang perlu kita perbaiki dalam menjalin hubungan denganNya.

Barang siapa memperbaiki hubungan dengan Allah, niscaya Dia memperbaiki hubungannya dengan orang lain. Barang siapa memerhatikan urusan akhiratnya, Allah akan memerhatikan urusan dunianya. Barang siapa menjadi penasihat bagi dirinya sendiri, Allah akan menjadi penjaganya.” (Ali Bin Abi Thalib RA)

Pada hakikatnya, kita sama sekali tidak mampu mengontrol apa yang terjadi pada diri ini, apa lagi pada orang lain. Oleh karena itu, cara terbaik menjaga hubungan dengan sesama manusia adalah dengan menjaga hubungan dengan Penciptanya.